Derap langkah gontai kaki ini teramat berat buat kuayun
Demi mengantar tubuh ini menyusuri punggungan bukit nan luas
Menembus gelap tatkala sang surya telah menepi terganti temaram sinar rembulan
Berjalan pelan sembari menahan perbekalan dipunggung yang masih tersisa
Hingga hela nafas tersengal berganti senyum lebar penuh rasa gembira
Tatkala sepasang mata ini telah menangkap bayang rumah-rumah penduduk
Tempat dimana nantinya tubuh ini akan bersandar melepas semua lelah
Ketika itu
Tiga puluh desember dua ribu empat silam
Langkah kakiku membawa tubuh ini berjalan menembus dinginnya udara pegunungan
Diawali dengan semangat berapi yang sempat hampir padam terhempas badai
Aku dan para pendaki lainnya berjalan beriringan menuju titik tertinggi gunung sindoro
Subuh menjelang, langkahpun terasa semakin berat dan lelah
Butuh sejenak untuk sedikit mengisi rongga dada
Dengan tarikan nafas panjang menyusup ke paru
Sembari melemparkan pandangan ke segala penjuru
Saat tubuh ini serasa bergeming memandang ke timur
Aku tercengang takjub
Seolah tak percaya benarkah apa yang aku lihat
Tampak sepasang gunung tinggi kokoh berdiri
Tak ubahnya sepasang piramida berselimut kabut tipis
Garis-garis cahaya satu persatu muncul menusuk awan
Tersusul sebentuk bulatan bercahaya keemasan
Ya, sang surya terbit perlahan tepat diantara gunung merapi dan merbabu
Sungguh lukisan alam memesona yang dengan sekejap membuat pikiran melambung
Kembali ke masa kecil saat pertama kali menggoreskan pensil sketsa di kertas
Obyek favorit sekumpulan bocah saat diberi tugas menggambar
Yang bahkan sempat aku ragukan saat beranjak remaja
Terpampang sangat jelas memenuhi pandanganku
Bahkan hingga kini pun masih tergambar jelas di kepala
Segala puja dan puji
Sujud syukur kehadapan yang maha kuasa
Atas segala anugerah yang diberikan
Sepantasnya kita semua harus selalu mencintai alam raya
Melestarikannya untuk kita wariskan kepada anak cucu kelak
Komentar
????????
????????
Regine
Tulis komentar baru