Skip to Content

Menelan Diri

Foto Candra Lesmana

Menelan Diri

 


Semua hampir mati

Membunuh diri sendiri

Tidak lagi kita temukan tangga menuju impian

Malam datang dengan banyak kegelisahan

Bayi menangis, buyung menggiris;

Dan tidak banyak sisa yang bisa kita temukan

Di meja-meja makan

Di kamar ini pun—hanya tinggal amarah kita

Desah suaramu yang merdu, berubah jadi gerutu

Semua kian sempit dan mengimpit

Menelan diri yang kian alit

 

Namun barangkali—di album tua ini

Kita masih bisa memungut kebahagiaan

Yang kita sebar di berbagai zaman

Ranting-ranting ingatan dan gugur dedaunan

Yang tentu masih bisa kita raba

Dengan sedikit rindu kita

 

Cianjur, 19 Rabiulawal 1442 H

 

 

Mari Kita Berhenti

 

Mari kita berhenti saling mencintai

Dan hidup saling membelakangi diri

Dalam ketahanan; dan keangkuhan

Mungkin kita bisa lebih menghargai perbedaan

 

Mari kita berhenti saling mencintai

Berperai dan saling mengasingkan diri

Dalam kesepian; dan ketiadaan

Barangkali kita bisa menemukan makna persatuan

Mari kita berhenti saling mencintai

Barang kali;

Itulah yang kita perlukan saat ini

 

 

Cianjur, 16 Rabiulawal 1442 H 

 

 

Imajinasi Suatu Ketika

 

“Hari ini tiba juga!”

Demikian; Pada suatu hari mulutku akan berkata

Hatiku akan gembira

Dan kita menikmati pesta

 

Orang-orang di sekitar menunggu

Pesanannya datang mengetuk pintu rumahnya

Kita mengantarnya dengan gembira

Kita hangat dalam suasana

 

“Hari ini tiba juga!”

Kemudian aku mengingat segalanya

Usaha keras kita yang penuh uji coba

Bagai memuncak; memeras dahaga

Tapi pada akhirnya;

 

“Hari ini tiba juga!”

 

 

Cianjur, 18 Rabiulawal 1442 H

 

Hari ke 1469 Pernikahan

 

Seperti tak bahagia. Rembulan redup di pangkuannya. Malam jauh lebih bisu dari waktu-waktu lalu. Dan aroma duka—lebih kentara tercium baunya. Seorang perempuan yang saban hari di jelajahi berahi. Kini lebih sering menampakkan muka masam. Berandanya di penuhi tanda-tanda masalah. Ia mungkin coba isyaratkan, barangkali ada yang memperhatikan. Ia melihat lampu-lampu yang dulu dimiliki kunang-kunang, kini dimiliki jalur pejalan kaki. Yang hijau senantiasa, ketika seseorang hendak menyeberanginya. Dan di seberang, ada sebuah rumah. Rumput dan pemiliknya, sama-sama menggoda. Ombak pun pasang seketika. Badai tiba di rumahnya tepat sebelum sebuah senja tiada. Seorang anak biologisnya menangis memeka. Mereka berdua, memasang bengis di muka. Cinta mereka memerah bagaikan bendera sebuah partai di sebuah negeri, yang kita akui milik kita. Tidak ada lagi lilin peringatan ulang tahun pernikahan. Tidak ada lagi kecupan di pagi yang melelahkan. Tidak ada lagi—tidak sama sekali. Kecuali sepi dan tangis puisi.

 

Cianjur, 14 Rabiulawal 1442 H


Candra Lesmana adalah seorang lelaki kelahiran Cianjur, 19 Agustus 1997. Pada awalnya memiliki nama pena @kalimatrasa, karena satu dan lain hal kini berganti menjadi @sagilinding. Sebetulnya nama asli dari Candra Lesmana pun adalah Sandra Lesmana. Karna satu dan lain hal juga, ia pun menggubahnya. Ia Menyukai dunia tulis menulis sejak mengenyam pendidikan SMP. Beberapa karya miliknya telah masuk buku antologi lomba, seperti Kembara Semesta (Yamma Publisher,) Tentang Waktu (JSI Press,) Eiddetik 2 (SIP publishing) . Ada juga yang di muat di blog, Koran harian BMR Fox, dan platform menulis seperti Wattpad, Medium, dan berbagai media sosialnya. Candra Lesmana juga sering memakai nama pena nya sebagai Kalimatrasa. Juara ke II Lomba Cipta Puisi yang di selenggarakan Komunitas Penulis Lingkar Pena. Kenali lebih lanjut di ; Facebook: @anddralesmana Wattpad: @koalajantan Instagram:@anddralesmana (sagilinding)

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler