Di tengah kemacetan yang panjang
serta hujan yang menyerbu kota
Bising kendaraan memaki
Diriku yang terjelembab di lembah kebodohan dan dosa
Dalam selimut kabut
Aku menunduk menapaki jalan
aku menatap keadaan
ruang dimana aku merasa sendiri
bersama beberapa kebodohan yang telah terjadi
Setiap hari aku membual tentang mimpi-mimpi yang menjauh
Atau seseorang telah menjauhkannya dariku
Entah melalui mantra-mantra atau do’a-do’a yang dikabulkan
Kadang batin ini menangis merasa terbebani
Akan janji-janji yang pernah terlontar
Menginjak usia yang mematang
Mata terbelalak loncat kesana kemari
Bibir terkatup, telinga terkunci
Dan jiwa telah terbelenggu
Di persimpangan jalan
Pengemis menangis
Busung lapar melanda
Kebodohan meraja lela
Pemerkosaan menjadi hal yang biasa
Kekerasan rumah tangga menjadi tak terelakkan
Pengembara jalanan berteriak dalam dendang
Menciptakan lagu-lagu cinta untuk bangsa
Dengan kritik yang menarik serta menggelitik
Namun Para pemimpin sibuk menata kursi
Tapi, lupa menata nasib dan kehidupan rakyat
Sementara di arena pendidikan
Teriakan beberapa mahasiswa terperangkap
Terjerat di bawah tebalnya amplop dan sebuah perjanjian
Dan pendidikan kini telah terjebak
Di lumpur kepentingan
Siapa yang harus disalahkan
Ketika pelajar mengobral birahi
Karena pendidikan berbayar mahal
Atau mereka tenggelam
Pada Gemerlap suasana malam yang asik
Pergaulan yang bebas amblas
yang diciptakan negara asing
sebagai racun di negeri kita
Kemiskinan perlahan merambat
Menjadikan kita babu-babu negeri asing
Tua dan muda dipaksa bekerja
Mereka menggarap sawah, membangun kebun
Sementara hutang bangsa
Belumlah terlunasi
dan maling-maling lapar
Tertangkap dan dihakimi
Bubur menjadi makanan pokok
Untuk mengirit beras
Harga sembako semakin melonjak
Tengkulak dan rentenir semakin keji
Meraup bunga-bunga kematian putra bangsa
Adakah diantara kita yang menangis
Atau peduli melihat semua yang telah terjadi?
Setidaknya, Kita kembali berpikir
Dan membuka mata.
Negeri ini menjadi asing
Bau kencing para turis tercium dimana-mana
Mereka bebas berjalan telanjang
Dan menampilkan buah dada
Sementara tuan rumah menjadi babu yang rapih
serta takluk pada kehidupan
Adakah diantara kita yang peduli?
terhadap pengangguran yang mulai lelah
mengetuk pintu pekerjaan
jutaan anak-anak yang merindukan nikmatnya bangku sekolah
ribuan rumah tergusur karena soal pembangunan
Atau,
Pada tatakrama yang telah sirna
Pada budaya yang perlahan mati
Pada kesatuan yang mulai pecah dan berantakan
Mari,
rasakan semua dengan bijak
kita perbaiki dan berjuang bersama-sama
Ingatlah saudaraku
Indonesia berhak untuk bahagia
Manisi, 17 februari 2015
Komentar
Tulis komentar baru