Pada gincu dan kecupan panjang bibir wanita
kotaku membara disegala sudutnya dan terluka
duka lembut bersumberkan pada jiwa yang patah
pada rintih tangisnya hati wanita mendua
Hatinya mudah bergoyang dihembus angin
bergoyang bagai butir-butir air di daun keladi
dan ia pun meradang, melompat bagai kucing liar
mengendus di kegelapan malam dengan mata jalangnya
Dalam kecupan panjang dan bekas gincu bibir wanita
langit kotaku berjelaga hitam, di mana-mana hitam
hitam pada gedung-gedung pencakar langit
dan juga pada taman serta lampu penerangan malam
Polusi kehidupan di kota-kota
polusi yang tak kenal kecup penghabisan
selagi muram kasih tak bertulang
tak bertiang penopang beban kehidupan
Gincu dan kecupan panjang bibir wanita adalah wajah kita
wajah kehidupan di kota yang menumpuk-numpuk kemiskinan
adalah kepalsuan, kepura-puraan, atau kebohongan hati
tak ubahnya seperti wanita yang berhati mendua
Dalam kemiskinan harta, moral, dan himpitan hidup sehari-hari
bagai butir-butir air di daun keladi, hati kita mudah goyah
ladang subur bagi para petualang syahwat kekuasaan
yaitu para poiltikus, petualang sejati dari lembah kebohongan!
Komentar
Tulis komentar baru