Anganku menemukan langitnya di matamu
Matamu itu laksana purnama bersinar terang
Bersinar memukau dalam tatapan berjuta bintang
Kesunyianku hilang dibuai hamparan malammu
Anganku bagaikan pungguk di angkasa malam
Terbang tinggi hendak menjangkau rembulan
Terbang menuju ke hatimu di ketinggian sana
Terhenti langkah-langkahku di ufuk fajar
Anganku menemukan lautnya di hatimu
Hatimu itu laksana laut luas penuh gelombang
Samudera keinginan yang tak henti membadai
Dengan perahu rapuh aku tenggelam di dalamnya
Komentar
Mantaf Om Ben! ingin kukayuh
Mantaf Om Ben!
ingin kukayuh perahu rapuhku
namun pusarannya terlalu kuat menarik hasratku
ia terlalu tanguh
sehingga aku semakin tenggelam, dalam dan semakin dalam
Salam Sastra Om Ben
Puisinya sangat bagus dan menggoda ilustrasi setiap pembacanya
Apalah daya....
Apalah daya dengan perahu rapuh mengarungi gelombang, namun begitulah hidup: kita harus melaju dengan apa yang kita punya, meski akhirnya tenggelam....terima kasih Boma Damar atas apresiasinya. Salam sastra kembali.
Beni Guntarman
bak pungguk merindukan bulan,
bak pungguk merindukan bulan, nih om ben....
by:dame tobing.
Hahaha....lebih kurang begitu
Hahaha...lebih kurang begitu Dame Tobing; kalau ditelaah dengan pengertian bahwa cinta itu sangat luas, bukan cuma soal asmara. Lalu dikaitkan dengan puisi ini....bulan purnama, lautan luas penuh gelombang, objek mata, dan hati bisa ditarik maknanya sebagai suatu cinta yang hidup didalam diri kita di satu sisi dan realitas kehidupan pada sisi lainnya. Terima kasih atas komennya, salam sastra.
Beni Guntarman
PNAMA DI ATAS SAMUDERA Jumat, 18/04/2014 - 15:02 — Beni Guntarm
Cinta di Kemahaaan y...?
Cinta seluas angkasa, sedalam samudera....
Anganku menemukan langitnya di matamu.....kesunyianku hilang dikeluasan hamparannya....Anganku menemukan lautnya di hatimu, hatimu bagai lautan luas penuh gelombang...samudera keinginan tak henti membadai...dengan perahu rapuh aku tenggelam di dalamnya. Mungkin bisa digambarkan secara singkat cerita tentang cinta dan pengorbanan. Terima kasih atas apresiasinya sdri Lia Zaenab. Salam Sastra!
Beni Guntarman
Tulis komentar baru