SENJA KOTA TUA
Terurai lugas tanya itu
Saat diri mendekat dengan sejuta harap
Burung camar berdatangan menanti untaian peristiwa
Meliuk-liuk bak ombak putih kegirangan
Sedang sang kura sibuk dengan cangkangnya
Tampak sebongkah batu berdiri
Sekejap sang bayu silih berganti menghempas
Menjelma makna subuh itu
Kelam, menanti jawaban sang dewi
Pejantan setia mengikat kain erat di kepala
Tanda dia perkasa, siap menerjang lawan yang datang
Hanya perumpamaan jiwa
Dia lemah, menanti kapal berlabuh
Janji lama kian samar saat hari berganti senja
Dan wajah itu memerah, tertutup bayang mentari berpulang
Sedikit lagi, dia menolehkan harapan pada sang waktu
Mungkin saja.
Detik akhir terpijakan lembut
“Engkau takkan datang”
Napas dan air mata berpadu duka
Getar bibir kesedihan membaur
Tiada harapan, dan aku sendiri.
Freemantle, 2012
Komentar
Tulis komentar baru