SUARA KAUM TERSISIH
Ada suara di lorong-lorong gelap
Ada jeritan di balik tembok-tembok bisu
Ada yang mengetuk pintu di rumah-rumah pejabat
Ada yang meratap di pinggir jalan ramai
Sambil menyodorkan kaleng karat kosong
Minta-minta menahan malu
Mereka berbaris sepanjang jalan kota
Melangkah ragu hindari sena berseragam
Mengelilingi setiap gedung elit
Sambil membawa keranjang sampah
mereka masih mampu tersenyum
Tahukah arti senyum ini?
Bagaimanakah hatimu?
Di sana ada suara memberontak.
Nasib ini sudah kami pasrah
Kami terima menjadi sampah
Kami jauh dari wajah-wajah bersih
Tapi kami menuntut atas kemunafikanmu
Goresan hitam pada selembar kertas
Yang terpajang menutup kaca jendelamu
Yang bertuliskan “istana suci”
Sementara di ruang kerja yang disegani
Tertumpuk sampah dusta dan tingkah haram
Tetap dianggap baik dan terpuji
Inikah wajahmu yang suci?
Tapi protes-protes itu semakin lemah
Tenggelam bersama mentari
Yang pelan masuk di ufuk barat
Biarlah kuturun dengan lelahku menjemput tangis
Sambil kunyalakan pelita ini
Untuk menerangi jalan-jalan mereka
Yang tak pernah lelap dalam tidur
Yang tak pernah tenang dalam langkah
Yang penuh igauan-igauan hampa dalam teduhnya
Agar melangkah dalam secercah terang
Dan bermimpi dalam janji istana
Sekedar menunggu masa
Bergeraklah…
Biar terusik mimpi dalam tidur para penguasa
Ketika langkah menggedor gerbang-gerbang mereka
Dan ketika ia bangun
ia memukul…
ia menghina…
wajah-wajah malang yang tertutup sampah
Kelak mereka bangun esok pagi
Di saat mereka berseragam
Menjadi tenaga mengangkat wajah dusta mereka
Di depan mereka-mereka yang juga adalah penipu
Menyucikan perbuatan tercela
Dan menindas kaum malang merangkak
Menuduh sebagai pemberontak
Hingga tidurnya tak lelap
Berpikir untuk tetap menipu
Kami tetap kaku merangkak
……………………..Inilah jeritan kami, kaum tersisih
Komentar
Tulis komentar baru