Kenyataan macam apa yang sedang berlangsung di tubuh dan jiwaku?
Di siang tanpa bayang,
Ada gigil yang tiba - tiba bersarang di Jantungku
Ada mata langit terbakar yang harus ku padamkan dengan air kencingku
sendiri
Pada mulanya,
Kau ajari aku tentang bahasa malam
Dengan wajah lelah yang kau rebahkan di mataku
Dengan desah lelap yang kau sandarkan di leherku
Lewat hangat dan aroma tubuhmu
Yang ku curi diam-diam
Lalu ku timbun menjadi candu
Perlahan kau pahamkan aku pada bahasa lain
:Bahasa lugu tak mengenal malu
Di sela-sela jari jemarimu
Ku himpitkan masa depan
Kau belaikan tenang
Sekaligus perasaan takut
Entahlah,
Selimut dan bahasa malam yang telah kau ajarkan
Membuatku merasakan hidup yang telah sepenuhnya berkecukupan
Membuatku tanpa sadar telah Lalai pada ketakutan,
Pada Pengancam,
Yang menguntit
Dari balik punggungku
Setelahnya,
Sama kita luluhkan segala kata
Dan bercakap lewat bahasa malam
Membiarkan malam tersesat dalam selimut kita
Kita perangkap,
Hingga kita memiliki malam,
Yang lebih malam
Yang lebih panjang
Sejak itu,
Aku melupa pada yang mula, aku mulai mengerti bagaimana kerut kerut di dekat bibirmu mencipta sendu di antara senyum yang coba kau perlihatkan, sendu itu adalah bahasa lain yang tiba-tiba saja lebih aku sukai dari segala yang ku mengerti darimu. Dan paras lugu yang kau rangkai dalam pejam, dalam lelap, mungkin juga mimpi mimpi, adalah wajah malam yang tiba-tiba saja mengajarkanku perihal rindu, lebih indah dari ranu kumbolo saat menjemput pagi, lebih menenangkan dari kopi, juga puisi.
Entah,
Jika kau bertanya bagaimana bisa? Aku pun pasti kelimpungan menjawabnya. Mengatakan hal ini barangkali keberanian paling agung yang pernah aku lakukan. Tak perlu angin, tak perlu hujan, segalanya telah porak poranda, Apa yang lebih memalukan selain gagap mengungkap perasaan. Karena sungguh aku tergesa untuk mengerti bagaimana segalanya telah selesai sedang aku belum memulai sepatah cerita pun.
Pada akhirnya,
Aku telah kalah oleh desak air mata
Menyetubuh pada senyap
Membiarkan isak mengguncangi sekujur ingatan
Tentangmu,
Dan bahasa malam yang kau ajarkan
Sudah!
Tak kan ada lagi malam dalam selimut kita
Tubuhku telah jadi semacam perlambang setan
Segala rindu, segenap candu,
Telah merupa batu
Dan, mari meraya
Dalam rajam pilu
Dalam diri
Saling hantam
Saling bunuh!
Komentar
Tulis komentar baru