HABIS TERANG, UNTUK GELAP
Bila saja kau ada di sampingku..
Sama-sama arungi danau biru..
Bila malam..mata enggan terpejam..
Berbincang dengan bulan merah…
Ooohh..ooh…
Sayup-sayup ku dengar senandung Ebiet G.A.D sejak dari balik gerbang rumahku.Lampu rumah masih terang meski sudah larut malam.Siapa lagi kalau bukan mas Ramelan,inilah rutinitasnya setiap malam sambil menungguku pulang kantor.
“Mun…sudah pulang?”sapanya padaku namun ku abaikan.Beginilah kesetiaanku yang mulai memudar.”Mun?”panggilnya lagi.
“Iya,iya mas aku disini.”bentakku padanya.Dia kelihatan murung seketika.”Aku capek,Mas?jangan banyak tanya.”diapun berlalu meninggalkanku.Tak lama ku ikuti dia keluar kamar.Ku lihat dia duduk manis di samping componya.Teman setianya yang selalu menemaninya,hingga setetes lagi ku lihat air matanya jatuh.Aku tau dia tersinggung dengan sikapku tadi.
Aku lelah terus menerus bekerja demi menopang kehidupan kami.Hal yang seharusnya menjadi perannya sebagai suami.Andai saja dia tidak buta mungkin rumah tangga ini akan sangat harmonis.
(**)
Sebagai wanita karir,ku habiskan waktuku untuk bekarja.Bagaimanapun aku berusaha untuk tidak sesering mungkin pulang ke rumah karena begitu aku mulai melihatnya seperti itu mulailah timbul penyesalan karena telah membangun komitmen bersamanya.Untuk itu tak jarang ku terima rekomendasi perusahaan untukku dinas ke luar kota.
Kali ini aku di dinaskan ke Surabaya untuk beberapa mingu ke depan untuk menangani tender yang cukup besar,sayang jika harus terlewatkan.
“Bu muntik?”sapa seseorang ketika ku sedang menuggu rekan bisnisku.
“Iya,saya muntik,maaf anda ini siapa ya?”tanyaku bingung karena aku tak merasa pernah mengenalnya.
“Maaf,saya Andi,saya putera dari pak johan,”
“Oh..mari..mari..”akupun mempersilahkannya untuk duduk di mejaku
“ Jadi sebenarnya,pak Johan menyerahkan proyek ini untuk saya tangani bersama anda karena beliau ada dinas mendadak di Batam untuk beberapa bulan ke depan,mohon kerjasamanya.”
“Iya,tidak apa-apa,saya harap kita bisa berkerja sama dengan baik untuk kesuksesan proyek ini.”
Setiap hari bertemu dan berdiskusi dengannya,timbullah kecocokan demi kecocokan di antara kami.Mungkin karena kami sebaya jadi jalan pikiran kami tak jauh berbeda.Proyek bisnis inipun merembet menjadi proyek perasaan.Mulai timbul keterbukaan untuk saling menerima satu sama lain di antara kami.
Lama kelamaan aku semakin berani menghianati mas Ramelan karena rupanya jarak Surabaya Jakarta tidak membatasi hubungan gelap kami.Dia menyusulku ke Jakarta.Akupun di buat semakin berani menghianati kesetiaan mas Ramelan.
“Apa begini-begini saja seterusnya?”Tanyanya padaku,aku tau dia mulai mendesakku
“Maksudnya?”aku masih pura-pura tidak tahu
“Ayolah?sebenarnya kamu tau apa maksud saya.”aku berpikir.Apa harus sekarang aku akhiri rumah tanggaku dengan mas Ramelan.Apa benar dialah partnerku untuk bersauh dengan bahtera yang baru.Secepat inikah?“Mungkin baru beberapa minggu ini saja kita kenal,tapi sungguh.seperti inilah perasaan saya kepadamu,Mun?”
“Tapi?”entah mengapa hatiku masih memihak pada mas Ramelan.
“Itu Cuma rasa iba…”tegasnya seakan bisa membaca jalan pikiranku.”Kamu sudah lelah,Mun..inilah saatnya untuk kamu menemukan kebahagiaanmu,akhirilah secepatnya,Mun,dia pasti bisa hidup tanpa kamu.”Andi terus saja mendesakku,semakin membawaku jatuh ke danau dilema yang sangat dalam.
Akupun pulang.Ku lihat dia berdiri di pintu.Setia sekali pria ini.Andai aku di tempatkan di posisinya pasti aku tidak bisa melebihinya.
“Apa itu kamu,Mun?”sapanya.
“Iya ini aku,Mas?”
“Mun,bisa bicara sebentar?”cegahnya begitu ku bergegas ke kamar.
“Ada apa,Mas?uang jatah makan habis?tagihan listrik?”biasanya mas ramelan hanya akan bicara karena hal-hal itu
“Duduklah kita bicara santai saja.”akupun melayaninya,jarang sekali dia seserius ini kepadaku.
“Jika kamu ingin pergi,pergilah,Mun.”ungkapnya to the point
“Lho mas?”
“Mas ikhlas melepasmu untuk pria lain yang bisa membahagiakanmu,bukan pria buta macam mas ini.”inikah jalannya?Beginikah tuhan menjawab dilemaku.Apa benar tuhan mendukungku atau justru mengujiku?.”Kamu boleh urus semua secepatnya.”Lanjut mas Ramelan.Aku hanya diam tak bisa merespon apapun.
“Maafin aku ya,Mas?”bisikku padanya begitu ku lihat dia bergegas tidur
“Iya,sama-sama,selamat malam.”
(**)
Esoknya aku mengunjungi bapak.Aku harus memberi beliau kabar tentang rencana perceraianku ini.
“Pagi sekali,Nduk?tumben?”
“Saya akan bercerai dengan mas Ramelan,Pak?”seketika ku lihat wajah bapak langsung spanneng.
“Kenapa,Nduk?”
“Saya mencintai orang lain,Pak.”cetusku tanpa sedikitpun merasa berdosa,spaaakk…bapakpun langsung menamparku.
“Istri tak tau di untung kamu ini, Nduk.”makinya dengan nada tinggi, seumur-umur aku tidak pernah melihat bapak semarah ini kepadaku, apa yang membuat bapak bicara seperti ini?
“Apa maksud bapak?”
“Apa yang membuat kamu tega seperti ini, Nduk?”
“Saya lelah, Pak..terus-terusan menjadi penopang hidup yang seharusnya menjadi tugas seorang suami, saya juga ingin bahagia layaknya istri-istri lainnya yang menikmati nafkah suaminya...sementara saya?saya hanya memiliki suami yang buta.”
“Kamu salah besar, Nduk… seharusnya kamu itu berterima kasih kepada suamimu karena dengan bantuan dia kamu bisa sukses seperti ini.”
“Karena apa saya harus berterima kasih?Karena apa?”
“Karena mata kamu.”
“Mata?kenapa dengan mata saya?”tanyaku bingung,
“Kamu pikir, kamu bisa melihat dunia ini karena siapa,karena Ramelan, dia rela buta demi kamu bisa melihat lagi.”
“Apa?”
“Iya, Nduk, bukan Ramelan sebenarnya yang buta karena kecelakaan 7 tahun yang lalu, kamu. Lalu dia mendonorkan matanya untuk menggantikan mata kamu yang rusak itu, sudahkah begitu besar dia mencintai kamu sampai dia berani menderita untuk kamu, sementara kamu?dengan mudahnya kamu mendua?”
“Kenapa bapak nggak pernah ceritakan ini.”
“Karena Ramelan melarang, dia tidak mau kamu berusaha membalas budi.” Kenyataan yang baru saja terbuka ini benar-benar menjadi sebuah cermin yang menunjukkan betapa nistanya aku sebagai seorang istri. Aku tak menyangka begitu besarnya kesetiaan mas Ramelan kepadaku. Dia rela hidup dalam kegelapan demi memberikan cahaya untukku.
**
“Mbak Mun…Mbak Mun…!”ku dengar seorang memanggil-manggilku sewaktu aku masuk gerbang rumahku.
“Jupri?ada apa kamu lari-larian?”ternyata adik sepupuku yang tinggal di sebelah rumahku.
“Ini, ada titipan dari mas Ramelan.”dia menyodorkan sebuah amplop berisi sejumlah uang yang cukup besar. “Itu uang yang mbak Mun kasih untuk biaya hidup mas Ramelan, selama ini mas Ramelan tidak pernah menggunakan uang dari mbak Mun,dia selalu menyimpannya karena dia sadar dia tidak berhak makan dari keringat istri.”
“Lalu darimana mas Ramelan dapat uang makan?”
“Dia bekerja serabutan di toko koh Acong selama ini.”aku benar-benar berdosa besar pada mas Ramelan, dia bahkan tidak pernah bergantung ataupun memanfaatkanku selama ini. “Mbak, kejar Mas Ramelan sebelum jauh, dia mau kembali ke Rembang, sekarang mungkin di terminal.”
“Iya, iya Pri..”ku lajukan segera mobilku menuju terminal. Aku akan perbaiki semua kekhilafan ini. Tolong izinkan aku,tuhan.
Aku berpacu dengan speed tinggi, untung saja jalanan longgar sehingga membuatku leluasa ngebut di jalanan. Tak sampai limabelas menit, akupun sampai di terminal. Ku cari sana-sini,seorang bertongkat. Aku hampir gila karena tidak juga menemukannya.
“Bus jurusan jawa tengah?”tanyaku pada seorang sopir bus
“Telat Mbak,baru aja berangkat.”tek..rasanya ada yang patah dalam dadaku, aku merasa sesak. aku terlambat.
“Bus jurusan Jawa Tengah mana ya,Pak?suara itu,suara yang tak jauh dariku
“Baru aja, mas…wah ketinggalan ya,Mas?tunggu aja setengah jam lagi.”
“Iya deh mas.” Ku toleh, itu benar-benar suamiku,mas Ramelan. Akupun berlari ke arahnya
“Mas Ramelan!”aku bersujud di kakinya. Ini yang memang seharusnya aku lakukan atas semua penghianatan yang sudah aku lakukan.
“Mun…hey…jangan seperti ini,malu di lihat orang.”
“Saya nggak peduli mas, saya jauh lebih malu kepada,Mas atas semua yang sudah saya perbuat, Maafkan saya mas…maafkan saya….”
“Ssssst…ayo berdiri, walaupun kamu tidak minta maaf, mas sudah memaafkan kamu,Nduk!”
“Tapi saya berdosa besar mas,tolong hukum saya, asal jangan tinggalkan saya.”
“Mas ini bukan tuhan, ndak berhak menghukum kamu, ayo berdiri, ayo!”
“Jangan pergi ya Mas?”
“Enggak, saya nggak akan pergi kalau kamu memang ingin saya tinggal.”
“Saya ingin mas tinggal, saya ingin mulai semuanya dari awal,Mas.”
“Iya Mun…saya tetap tinggal..kita akan mulai hidup baru, wes…wes…cup!!ayo kita pulang!”
Semenjak itu akupun berhenti dari pekerjaanku. Aku membuka usaha yang cukup besar di rumah yang aku jalankan bersama mas Ramelan sembari menjadi ibu rumah tangga yang baik. Aku ingin menebus semua waktu yang selama ini terlewat untuk melayani mas Ramelan sebagai suami. Aku sangat beruntung di karuniai suami yang benar-benar tulus mencintaiku apa adanya, sekarang aku hanya ingin berburu surga di kakinya dan menjadi cahaya dalam kegelapannya.
Komentar
Tulis komentar baru