Oleh: Prie Gs
Saya sering bertanya-tanya, kenapa di tangan pedagangnya, bunga-bunga murah pun menjadi terlihat lebih indah. Saya kembali bertanya, kenapa bunga murah itu jika sudah saya bawa ke rumah, benar-benar terlihat murahnya. Rasanya dia tak indah lagi. Jawabannya ternyata saya temukan pada suatu hari ketika saya melihat bagaimana pedagang itu merawat bunga-bunganya. Ia merawat tanamannya, seperti orang tua merawat bayinya. Oo, itulah yang saya tidak miliki.
Ketika sampai di rumah, bunga-bunga itu lebih saya perlakukan sebagai benda belaka. Ia cukup saya sirami sekadar agar tidak mati. Soal bagaimana ia harus hidup, terserah pertumbuhannya sendiri. Yang penting makanan sudah disiapkan, dan saya tidak lalai pada kewajiban. Kewajiban pun saya ambil garis besarnya. Garis-garis yang lembut dan kecil, tak saya urusi lagi.
Saya tidak pernah misalnya menyantuni pupuk di dalam pot pot mereka. Liar rantingnya juga saya biarkan menjalar ke mana dia suka. Tanaman ini bisa jadi cukup makan, tapi pasti sangat kekurangan kasih sayang. Begitulah agaknya makhluk yang hanya dicukupi makanan tapi kekurangan kasih saying itu. Ia menjadi semaunya sendiri. Asal hidup, tapi tak peduli pada arah hidup.
Ia tak bisa setiap kali mencari teman diskusi, tak punya tempat mengadu dan mengeluh. Akhirnya, tanaman pun bisa berskap apattis, asal hidup, asal tidak mati. Hubungan bunga dengan majikannya ini akhirnya penuh tali temali konflik. Karena mereka tak diurus, bunga-bunga itu tak merasa perlu mempercantik diri. Karena merasa bunganya tidak cantik, sang majikan merasa tak perlu mengurusnya lagi. Karena merasa tak dipedulikan, bunga-bunga itu pun memilih marah dengan cara menghancurkan diri sendiri; mati. Dan di rumah saya, soal ini bukan cuma sekali terjadi.
Begini serius ternyata peran perhatian dan kasih saying, bahkan bunga-bunga pun membutuhkannya. Makan, bagi makhluk hidup, ternyata tak lebih dari keharusan, tapi kasih sayang adalah kebutuhan. Keharusan dan kebutuhan itu ternyata adalah soal yang harus dibedakan. Terpenuhinya keharusan memang sudah cukup membuat seseorang hidup, tapi pasti hidup yang kehilangan berbagai kemungkinan. Jika ia berupa bunga-bunga, ia akan sulit mengolah kemungkinannya tumbuh dan berkembang. Untuk mengurus diri sendiri pun telah begini repot, apalagi berfikir berderma keindahan untuk sang majikan.
Jika ia berupa manusia, ia pasti manusia yang menjalani hidup tanpa kegembiraan. Hidup baginya pastilah Cuma sarana menghabiskan umur untuk menjemput kematian secepatnya. Kepada hidup sendiri saja, manusia seperti ini begitu memusuhi, apalagi terhadap hidup dan kepentingan orang lain. Jika ia berupa anak-anak, pastilah ia anak yang Cuma sibuk berfikir tentang deritanya, berfikir tentang kesepiannya, maka apa pedulinya dia dengan masa depan, lebih-lebih keharusan berbakti kepada orang tua. Terpenuhinya keharusan akan membuat seseorang hidup, tapi terpenuhinya kebutuhan akan membuat hidup seseorang menjadi berharga.
Tapi, membiarkan seseorang hidup tanpa harga itulah kadang kebiasaan kita. Kita menginginkan keindahan bunga-bunga tapi enggan merawatnya. Kita menghrapkan kepatuhan anak-anak tapi tak pernah memberi keteladanan kepada mereka. Dan kita ingin hidup enak tapi tak pernah benar-benar mau membayar harganya. Ini semua tentu kekonyolan.
karya Prie GS di antara bunga-bunga
...dari bunganya Prie GS kita belajar memahami dan membaca apa yang terjadi untuk kita tiru...,
tak selamanya meniru itu tabu....
dan tak selamanya tempayan emas berisi...
barangkali apa yang engkau caci selama ini, lebih berharkat...
daripada yang selalu engkau puji, tak ada isi...
(pen)
Bunga-Bunga Di Depan Rumah
- 27385 dibaca
Komentar
Ketika membaca karya ini
Ketika membaca karya ini ........tiba-tiba saja terbayang wajah anak-anak.Anak-anak di rumah,dan juga anak-anak yang sedang asyik menyimak buku buku pelajaran di kelas. Ibarat bunga mereka adalah bunga-bunga yang sedang bermekaran. Bunga-bunga indah dari biji-biji berkualitas.Bunga-bunga yang ditanam di pot-pot kelas atas. Bunga-bunga yang setiap hari diberi pupuk berharga mahal.Tapi bunga-bunga itu sekedar mendapat fasilitas. Setelah tumbah entah tumbuh kemana......menjauh atau ....mendekat matahari, bersembunyi atau malah kian terbenam.
Pagi hari diantar ke sekolah, siang hari dijemput dengan mobil- mewah,pulang sekolah mengikuti berbagai les dan ekstrakulikuler,tidak lupa mengaji...........Tapi,hanya didampingi sopir dan bibi dirumah.Sedangkan orangtua sibuk kerja. Berangkat pagi pulang malam, kalau perlu tidak mampir rumah.Dimana mereka dapatkan kasih sayang...., dimana mereka dapatkan jawaban bila ada berbagai pertanyaan dan bimbingan...., dimana mereka berlabuh untuk merajuk dan sekedar bermanja......Salahkah bila akhirnya mereka mencari labuhan di luar rumah.????? Karena sms, telp dan fban tidak cukup untuk menggantikan kedudukan dan keberadaan orang tua disisi dan di hati anak-anak yang sedang berkembang.............Alangkah bijak seandainya bisa membagi waktu dan perhatian antara kerja dan rumah. Tapi kenyataan..., seringkali pekerjaan dan tanggungjawab mengikat kebebasan yang dimiliki.Salah siapa.............??
Dunia begini rupa................
Tulis komentar baru