sepanjang perjalanan aku mudik, seperti biasa tak pernah lancar disana sini, pemudik berusaha mencapai tujuan dengan cepat, tak peduli ulahnya membuat jalan-jalan macet...ufhgh!!! nyaris aku mengerempet pengendara sepeda motor yang mencuri jalan sisi kiri kendaraanku, sepintas aku pandangi sepeda motor aneh, dengan jok belakang yang memanjang ke belakang, semakin penasaran aku ingin mengamati lebih dekat sepeda motor itu.....luar biasa!!! sepeda motor dengan kecepatan tinggi itu membawa satu bapak, satu ibu, satu anak agak besar, kira-kira anak seumuran anak kelas 5 atau 6 SD, dan anak bayi dalam gendongan ibunya!!, tidak kalah serunya, dibelakang tempat duduk, ada se gunung bungkusan entah apa isinya, dimuat di atas rangka kayu yang dibuat memanjang ke belakang, aku menggeleng-gelengkan kepala, magis mudik yang sanggup membuat siapa saja berfikir untuk pulang kampung, apapun caranya, sungguh pemandangan yang nyaris tidak masuk akal, bahkan nyawapun menjadi taruhan manakala...eits!!! kira-kira ada 5 sampai 6 sepeda motor serupa menyalip sisi kanan kendaraanku!, mereka tidak peduli dengan harga nyawa sendiri maupun keluarganya, perjalanan yang memacu jantungku lebih keras, sekeras kehidupan di ibukota, manusia berlomba-lomba mencari uang, sikut kiri sikut kanan tidak peduli saudara atau teman, korupsi bukan barang haram yang penting mereka senang. Setelah mereka mengumpulkan uang banyak banyak, baik dari hasil halal maupun haram akupun tak tahu, di akhir ramadhan, mereka berbondong-bondong mudik seperti halnya mereka, akupun demikian. bagi yang pas-pasan atau bahkan kurang uang sakunya, mereka dengan keinginan pulang yang tinggi, berusaha sekuat tenaga, dengan berbagai upaya, misalnya berusaha menghemat ongkos...ya seperti pemandangan di atas, mereka menggunakan alat transport semurah-murahnya, dan sedapat mungkin bisa membawa apa saja...luar biasa!!
Suasana kampung di hari lebaran beda dengan suasana kampung di hari biasa. kegiatan utama sehari-hari adalah silaturahmi dan silaturahmi, baik kita yang berkunjung ke tempat-tempat saudara, maupun menrima kunjungan mereka yang merasa lebih muda, atau menurut herarki keluarga lebih muda seperti paklik, bulik, putra/putri bulik/paklik. Atau kunjungan tetangga-tetangga, atau juga teman-teman se masa kecil dulu, sungguh suasana yang menyenangkan, sambil mengingat-ingat kembali masa lalu. Masa lalu yang tidak selamanya manis untuk dikenang, tetapi buatku cukup membawa diri kita serasa lebih muda, atau sebaliknya merasa makin tua, kenapa demikian? lebih muda karena kita melihat teman-teman seangkatan yang sudah punya cucu, rambut semua memutih, sementara kita masih biasa-biasa saja hampir tidak pernah ada perubahan, minimal itu menurut perasaanku sendiri, dikatakan lebih tua, karena barang-barang kesayangan di dalam kamarku sudah mulai lapuk, itu tandanya aku sudah makin lapuk juga.
Kuperhatikan pohon kelapa di depan rumah yang dahulu tidak dapat menghasilkan apa-apa, kalaupun berbuah pasti dibuang, kemudian dengan berjalannya waktu buah itu jadi rembutan kami sekeluarga bahkan sempat berjasa membantu aku menyelesaikan sekolah, karena buahnya yang mahal kalau dijual ke kota. waktu itu hingga sekarang, kelapa kopyor identik dengan buah kelapa yang spesial, dan didapatkannyapun tidak setiap pohon kelapa di depan rumah berbuah pasti kelapa kopyor, dari sekian buah, hanya satu dua buah yang boleh disebut kelapa kopyor, setiap kami pulang atau mudik lebaran minum es kopyor menjadi klangenan yang tidak membosankan. Namun seiring berjalannya waktu, bukan karena trend kelapa kopyor kalah pamor dengan masakan cepat saji, atau makanan semacam kue-kue inovatif masakini, tetapi lebih dikarenakan oleh usia pohon kelapa di depan rumah sudah uzur, produktivitasnyapun berkurang bahkan untuk mengangkat tubuhnya yang luruspun sudah tidak kuat, dan sekarang jadilah pohon kelapa yang miring laksana menara pisa, yang tak lagi mengeluarkan buah klangenan keluarga. Lebaran kali ini, kami baru sadar bahwa betapa kami telah diberi kenikmatan selama ini oleh pohon kelapa yang nyaris tak terperhatikan keberadaannya, dan yang lebih menggugah adalah hikmah yang sangat dalam terkandung di sebuah pohon kelapa di depan rumah. Dia tidak pernah mengeluh atau komplain kepada yang kuasa, mengapa diawal-awal berbuah, buahnya selalu dibuang oleh manusia, bahkan dia dengan sabar selalu berbuah hingga batas kemampuan yang diberikan untuknya habis. Meski buah kelapa hanyalah sebuah pohon kelapa, namun engkau telah beri aku beribu kenikmatan dan peringatan, dan kini akupun sudah mendekati uzur, do'akan aku agar selalu berdiri di tempatku, dan tak bergeser sedikitpun oleh iming-iming wanita, tahta, dan harta, seperti dirimu yang selalu berusaha tegak di atas tempat berdirimu. (bersambung)
Komentar
Tulis komentar baru