Adikku...
Dengan segenap kerendahan hati, kusampaikan risalah ini kepadamu. Aku tahu bahwasanya engkau tipe orang yang paling tidak suka melakukan sesuatu yang tidak membawa manfaat; terlebih membaca rentetan kata semacam ini. Tetapi meskipun demikian, aku berharap semoga engkau masih berkenan membacanya.
Seperti kata seorang pujangga, kau bukanlah diriku. Engkau adalah anak zamanmu seperti aku adalah anak zamanku. Kita adalah anak zaman dari ayah dan ibu waktu yang berbeda. Tetapi semuanya tercipta oleh satu pencipta, Illah setiap makhluk, Allah ta’ala. Dia-lah yang menciptakan awal dan akhir, dan mempergilirkan masa sesuai dengan kehendak-Nya.
Tapi, adikku...
Kau bisa belajar dari zamanku untuk membangun zamanmu kau bisa membuang sampah zamanku untuk membersihkan zamanmu dan mengambil mutiara-mutiaranya, kemudian memperindahnya. Kau bisa menggosok mutiara-mutiara itu dengan kain sejarah yang telah aku renda semenjak engkau belum singgah di dunia fana ini. Ibumu melahirkanmu dalam keadaan menangis sedang orang-orang di sekitarmu tertawa gembira, maka beramallah dengan sungguh-sungguh untuk kebaikanmu agar kelak bila mereka menangis di hari kematianmu, kamu tertawa gembira.
Carilah mutiara-mutiara sebanyak-banyaknya untuk bekalmu di alam abadi nanti. Di mana bekal itulah satu-satunya yang akan menyelamatkanmu dari siksa-Nya; bekal taqwa. Bukankah salah satu ciri orang yang pandai adalah orang yang bisa mengambil i’tibar dan ibrah dari pengalaman orang lain? Baik dari yang sezaman maupun dari zaman yang berbeda. Jadikanlah dirimu sebagai bagian dari kelompok umat ini yang selalu menyeru pada kebajikan, sebagaimana seruan Allah Swt dalam firman-Nya: ”Hendaklah ada diantara kamu sekelompok umat menyeru pada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mugkar, mereka inilah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104)
Adikku...
Sejak zaman nenek moyangmu kemerdekaan merupakan sebuah dambaan. Bersyukurlah kini kemerdekaan telah berada di tanganmu. Kemerdekaan jika kau tahu hakikatnya, bisa membuatmu kuat dan liat membuatmu kreatif dan giat. Kemerdekaan adalah pusakamu yang keramat. Tapi meskipun demikian, ingatlah kemerdekaan itu juga merupakan ujian bagimu. Allah Swt menguji hamba-Nya dengan nikmat kemerdekaan itu. Oleh karena itu, Dia mempergilirkan kemerdekaan kepada setiap insan. Dia akan memberikan tambahan nikmat pada hamba-Nya yang mempergunakan kemerdekaan untuk lebih bersyukur. Kesemuanya itu dapat dilihat dari pancaran iltizam yang muncul dari jiwa setiap hamba yang shiddiqin—terpercaya.
Ketahuilah wahai adikku...
Waktu, akan senantiasa bergulir meski dengan ada atau pun tidak adanya peran kita. Akankah kita meninggalkan harapan waktu yang disediakan Allah Swt tanpa meninggalkan sebuah jejak apapun? Sungguh merugilah orang yang dalam keadaan demikian. Akan kusampaikan padamu, sebuah nasihat, sebagai landasan membangun jalan selamat, yang jika engkau berpegang padanya, engkau benar-benar akan selamat di dunia dan akhirat. Enam landasan tersebut adalah:
Pertama, Iklas. Kedua, Jalan kebenaran itu hanya satu. Ketiga, Mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dan sesuai dengan pemahaman para salafus shahih. Keempat, kemuliaan itu hanya dapat dicapai dengan Ilmu. Kelima, membantah orang yang menyelisihi Rasul Saw termasuk amar ma’ruf nahi mungkar, dan yang terakhir tashfiyah dan tarbiyah.
Adikku...
Apakah kau sudah benar-benar merdeka? Atau baru merasa merdeka? Ketahuilah adikku, merdeka bukan berarti boleh berbuat sekehendak hati. Jika demikian tak ada bedanya antara merdeka dan anarki, karena kau tak hidup sendiri. Begitu menabrak kemerdekaan pihak lain kemerdekaanmu harus berhenti. Ketika kemerdekaanmu melanggar batas-batas ketentuan-Nya, engkaupun harus segera bertaubat. Jika kemerdekaan adalah ibarat seorang kekasih, ingatlah bait syair ini: ”Berikan pada kekasihmu (Allah Swt) apa yang seharusnya Dia terima darimu. Jangan sekali-kali ragu, meskipun untuk itu engkau harus menggadaikan jiwa dan ragamu”.
Begitu pun pesan Syaikh Hafidz bin Ahmad dalam syairnya: ”Barangsiapa yang suka bersua dengan Allah adalah Allah lebih suka bersua dengannya. Sebaliknya bagi siapa yang benci (bersua dengan Allah, ed) mintalah dari Allah rahmat dan karunia-Nya dan jangan kamu pasrah”.
Ingatlah Adikku...
Kau takkan pernah benar-benar merdeka, sebelum kau mampu melepaskan diri dari belenggu perbudakan oleh selain Rabb-mu. Termasuk penjajahan nafsumu sendiri. Jadilah hanya hamba Rabb-mu, maka kau kan benar-benar merdeka dan menjadi tuan di bumi ini. Sejak zaman nenek moyangmu, orang merdeka sekalipun tak mampu membangun kehidupan bila kebenaran dan keadilan tak ditegakkan, sedangkan kebenaran dan keadilan tak pernah bisa ditegakkan dengan kebencian.
Kebenaran dan keadilan bagi kebahagiaan hidup hanya dapat ditegakkan dengan kasih sayang. Karena kasih sayang, seperti kemerdekaan, berasal dari Allah, dan kebencian, seperti belenggu berasal dari syetan.
Adikku...
Engkau adalah bagian dari harapanku untuk menata mozaik-mozaik kehidupan yang lebih baik. Engkau aku anggap lebih dari sekedar sebagai pelengkap dalam akumulasi perbendaharaan kata saudara. Tak ada harapan yang lebih besar darimu, melainkan engkau menjadi mujahid –pejuang- yang selalu berada di atas jalan-Nya yang terang benderang. Raihlah janji-Nya yang pasti:
Wahai adikku...
Demi jiwaku yang berada dalam genggaman tangan-Nya, ketahuilah bahwasanya aku mencintaimu seperti aku mencintai diriku sendiri. Dan oleh karenanya aku akan membelamu dalam setiap keadaan, selama engkau masih dalam koridor kebenaran dan ketaqwaan. Adapun diluar itu, aku serahkan semuanya kepada kehendak Allah. Ingatlah sabda yang mulia Rasulullah Saw dalam sebuah hadist shahih: “Allah tidak akan menyayangi siapa (saja) yang tidak menyayangi orang lain”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tapi aku tahu bahwasanya engkau adalah adikku yang baik, maka jagalah pergaulanmu. Jadikanlah setiap pergaulanmu memancarkan akhlak-akhlak yang baik. Adakah hal yang lebih baik bagi seorang mukmin, dibanding orang yang menjaga pergaulannya karena takut pada adzab Allah yang maha pedih?
Jagalah Allah! Niscaya ia akan menjagamu.
Menjaga di sini adalah engkau melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya. Sesungguhnya Dia telah mempersiapkanmu untuk urusan penting sekiranya kamu memahaminya. Oleh karena itu, angkatlah dirimu tinggi-tinggi jangan sampai kamu disamakan dengan hewan ternak yang di telantarkan.
Semoga Allah menyelamatkan kita dan memasukkan kedalam surga-Nya. Perhatikan dan amalkanlah firman-Nya yang mulia: ”Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya dia itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji. Dan menyatakan kepada Allah apa yang tidak kalian ketahui”. (QS. Al-Baqarah: 128-129)
Adikku...
Tak ada batasan kasih sayang Allah Swt terhadap makhluk-Nya. Karena Dia adalah Ar-Rahman dan Ar-Arrahim. Namun demikian, ada satu diantara kasih sayang-Nya di turunkan ke bumi, di anugerahkan kepada mereka yang Dia kehendaki dan kasihi. Termasuk induk kuda yang sangat hati-hati meletakkan kakinya takut menginjak anaknya sendiri. Atau, induk ayam yang tak akan pernah memakan sendiri makanan yang ia temukan sebelum anak-anaknya memakannya terlebih dahulu. Maha Suci Allah dari segala bentuk kedzaliman yang dipersangkakan makhluk-Nya; Maha Kuasa Allah atas segala dimensi ciptaan-Nya.
Dalam hal seperti ini, benar adanya jika sebaik-baik muslim adalah mereka yang paling besar kasih sayangnya terhadap sesama muslim. Contohlah mereka para sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Mereka adalah orang-orang yang paling mendahulukan hak-hak saudaranya. Mereka adalah sebuah contoh generasi luar biasa. Di mana jika masa kejayaan (kemakmuran) ada dalam genggaman, merekalah yang paling akhir merasakan segala kenikmatan, sedangkan jika masa kelaparan atau paceklik tiba, merekalah yang paling awal merasakan kelaparan itu.
Subhanallah!
Adakah yang lebih baik dari generasi ini? Apakah kita tak mau mengambil ibrah (pelajaran) yang teramat berharga dari qudwah yang telah mereka tampilkan?
Alhamdulillah, aku dan engkau mendapatkannya karena itu akupun mengasihi dan menyayangimu. Harapan dan doaku, kaupun mendapat bagian kasih sayang itu untuk dan menyayangi: Ibumu, bapakmu, karib kerabatmu, sahabat-sahabatmu, dan diriku.
Wahai adikku...
Panjatkan doa rabhitah ini agar kesatuan hati kita ada dalam genggaman tangan-Nya.
”Ya Allah, Engkau tahu bahwa hati ini telah berhimpun dalam kecintaan kepada-Mu, telah berjumpa dalam mentaati-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepada-Mu, telah terjalin dalam membela syariat-Mu. Maka teguhkanlah, Ya Allah ikatannya; kekalkanlah kasih sayangnya; tunjukilah jalan-jalannya; penuhilah hati itu dengan cahaya-Mu yang tidak pernah sirna; lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman kepada-Mu dan indahnya kepasrahan kepada-Mu; hidupkanlah ia dengan bermakrifah kepada-Mu; dan matikanlah ia di atas kesyahidan di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pelindung dan penolong, Ya Allah, kabulkanlah. Dan curahkanlah kesejahteraan dan kedamaian kepada baginda kami Muhammad Saw, serta kepada keluarga dan para sahabat beliau, dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman nanti”.
Komentar
Tulis komentar baru