Ketika maha bangunan putih berdiri kokoh
Diarsiteki rezim 'tak bernilai, penuh dusta
Mereka di bawah terik surya menyengat
Terkadang hujan dingin tak' bersahabat
Terus berseru dan berteriak :
"Angkat Tangan Kiri kalian, kawan!!"
Kita sudah habis kesabaran
Kita sudah dipenuhi kemarahan
Api Sondang* pun telah membakar semangat dan emosi perlawanan
Rakyat terus menangis karena manusia yang senang kebohongan
Rezim tertawa dan berpesta
'tak melihat Tanah Papua sedang hujan darah
Masih adakah hak asasi dalam diri manusia?
mereka hanya memilih uang!
tapi, apa nyawa patriot layak dibungkam dengan senjata sudah terkokang?
Kawan...
Akankah kita semua hanya diam mendengar ini?
Hanya memiliki pinggiran hati kemanusiaan?
kalian takut membuka suara hati?
Apakah kita tidak tahu apa itu kamisan?
atau apa kita hanya boneka, dikampus yang jaya?**
(Jakarta, 30 Desember 2013)
Komentar
Pada mulanya. . . . . . . .
Pada mulanya adalah sebuah obrolan santai bersama mahasiswa lainnya dengan beberapa batang rokok dan seseruput kopi di pinggiran Selatan-Jakarta di belakang kampus swasta (di pusat kota).. tetapi suasana santai tadi menjadi sebuah kecemasan yang tidak perlu disingkirkan, melainkan menjadi hal yang penting untuk disaring oleh hati, dimanfaatkan oleh otak anak mudah seperti kami dan dimuntahkan dari mulut untuk menjadi diskusi yang menyenagkan..
Hanyut dan terenyuh....
Hanyut dan terenyuh hati saya ketika membaca puisi ini, sebuah nuansa keprihatinan hati terasa sangat kuat mencuat dalam makna puisi ini. Ketika pencitraan bertahta di atas segala kepentingan maka akan kita dapati pemimpin-peminpin bangsa yang kontroversial dalam banyak segi!
Beni Guntarman
Indahnya Jika . . .
indahnya jika tulisan ini palsu, tapi kepalsuan itu hanya ada di imajinasi kita. aku menulis puisi ini saat bermain dan imaji tidak bisa bernyanyi, puisi ini hanya goresan nyata dalam realita.
terima kasih banyak om atas komentarnya.
salam hormat!
Tulis komentar baru