Malam Jum’at yang keji
Dingin.
Bahkan sinar tengik mata serigala
Tak menghangatkan ku..
Cekikikan busuk para penjaga
Terus bergulat di lorong telinga.
Tak kan mati dari otak ku..
Malam yang amat suram itu
Tanggal 1 januari 2012
orang ber uang mengibarkan api
Warna warni melukis langit kelam
Dari kejauhan
Bersama dengan pria kumal
Memandang langit kesal
Perut rata mulai konser menagih makan
Pria itu berkata:
“Hiasan malam ini lebih baik, lebih indah, lebih penting bagi mereka,
di banding kenyangnya kita, tak berarti….”
Dentuman bergelegar riuh dalam atmosfer.
Kami takjub, kagum.
bila kami orang ber uang, kan kami lakukan itu.
Malam terus merangkak..
Aku dan sang pria merayap kebawah jalan
Seeorang wanita tua berkulit tipis, keriput nan tipis.
Meratap, mengeluh, menangis, menanggung perih sakit wajahnya.
Aku terhempas, aku tertampar.
Pria itu menangis:
“Lihat ibu ku, tak kurang 5 tahun Ia terkapar..”
Tangan kurus lain mencengkeram dan menarik
“Tidur , terlelap lah untuk malam ini!”
Detak jarum jam perlahan menutup mata
Saat sadar, langit lebih angkuh dari semalam.
Tak lagi terdengar rintihan perih mendidih ibu sang pria,
Karena sudah mati jam 4 pagi tadi.
Aku menapak kaki, menyeret tubuh ke pinggir kota
“mengapa begitu tak adil? Apakah selalu ada kepentingan
Yang mengucilkan kami, mengapa? Mengapa tak ada kamera tangis yang menatap tragis kehidupan ini? mengapa?”
Tapi, tetap tak ada anjing yang peduli
Kecuali, gunung sampah berkarat
Terbuang dari nasib
Langit bagai bencana
Agama hanya lah pengenal
Segalanya tak berarti tepat
semuanya tak lagi akurat
Bagai gusi di lubang taring
Ku jatuhkan tubuh di tepi halte
Menanti orang berkasih
Alah… persetan. Mana ada orang berhati?
Bahkan kursi panjang, hanya tertawa terbahak-bahak
Ku lihat,Sekelompok orang sedang mengurusi seorang tua
Berkata,berjanji, menawarkannya lewat TOA
Saling mendorong, saling menolak
Para orang kebingungan
Namun aku tak bingung
Hanya memperebutkan kursi buruk
Ku pinjam TOA yang terlantar
“Inikah yang penting? Hanya lah kursi?
Luar biasa, mengagumkan. Aku tak penting?
Bahkan sampah tak mengenalku? Luar biasa!”
“aku hanya bangkai busuk, sarang belatung,
Bekas terkaman anjing cabikan serigala. Busuk sangat busuk.
Tak hilang oleh minyak tujuh bidadari.
Aku hanya tinja hanyut di sungai”
Semua mata tertawa geli
Berhenti lah tangan dan kaki
Orang orang marah dan mengamuk
Mereka ambil balok
Menghantam punggung nan kurus ini
Hidup hanya puisi tanpa intuisi
Kebohongan paling besar
Hanya lawakan keji
Bagi aku sang miskin
Apakah mati sudah tersenyum pada ku
Seperti yang terjadi pada ibu sang pria
Tubuhnya di lindas
Tangannya di potong jadi penggaruk
Kakinya di jemur jadi pemukul golf
Ususnya jadi tali pengikat
Kepalanya dikuliti
Giginya di jadikan mata kalung
Matanya anyir jadi bola golf
Mulutnya bernanah jadi lobang golf
Malang nian nasibmu moral
Mengeluh peluh keruh
Mengais kesabaran jiwa
Lapar memberontak
Menyulap aku jadi gila
Tak lah berlebihan
Bila ku curi uang pak umar
Mobil lampu berputar tiba
Menjemput ku membawa dalam kamar kubur
Tawa bagai mimpi di siang berlubang
Suram..
“Aku lebih suci.. hanya mencuri uang
Wahai sahabat ku yang kuasa, ajari aku
mata licik kalian menggerogoti harta
Ajari pula aku agama mu, menyembah uang
Ha ha ha ha ha ha
Aku ingin sama bajingan nya dengan kalian.
Wahai para binatang rimba .Ini lelucon nan menyedihkan..!”
Masih saja bergulat di lorong telinga
Cekikikan busuk para penjaga
Tetap tak menghangatkan ku
Sinar tengik mata serigala
Dingin
Kuteguk racun, mati memurka bumi
Komentar
Boleh tahu dimana foto anak
Boleh tahu dimana foto anak kecil tu diambil?
Tulis komentar baru