Dalam suara angin kau serupa gema
Pada raganya kau tubuhkan bulan
yang pernah kita cumbui.
Di mana lagi gema itu bergaung?
lamban laun limbubu angin menjadi rindu juga.
Rinduri, dalam getar dawai harpa
kau memang adalah angin.
Merayaplah mengeja gelombang. Kaislah
oktaf yang mengail nadamu
yang kini berkasih-kasihan dalam
pangkuan gema.
Ke mana ruang kita ukur lagi, Rinduri.
Fajar tetaplah fajar walau bulan terkadang
nyasar bertamu kesiangan.
Tapi engkau perlu ruang, gema, nada
dan sebingkai cerita.
Harpa juga tetaplah harpa walau oktaf terkadang
nyekar di atas kubur sendiri.
Oo Rinduri, kini saatnya memasukkan angin
ke dalam stoples. Buatkanlah prasasti untuk
menjadi syair dalam nyanyianmu.
Apabila dawai harpa itu putus,
gema masih engkau punya.
Begitu pula fajar masih ada
tergantung dalam bingkai meski
sudah tidak berhias bulan lagi.
"Aku inginkan kau menjadi ruangku," bisikmu.
Aku terdiam, beku.
2013
Komentar
Tulis komentar baru