Sebelum tanahmu menjadi kenangan, aku ingin menciptanya dalam tulisan. Kupijakan bahasa dalam tarian, dalam gumam atas apa yang kita rekatkan. Pada pertemuan, kesenangan, perpisahan, dan debur ombak yang perlahan datang. Seperti juga lautmu yang biru, kapal-kapal di pelabuhan, pasir hitam Sulamadaha- ombak menggapai-gapai, angin mengurai lembut rambutmu. Ai nona, semua berlalu sangat cepat, menggores kenangan dan tanahmu membingkiskan rindu yang mengepal jantungku. Kita pernah bercakap dalam banyak kata-kata, soal cita-cita yang ingin kau gapai. Senja di pantai Kastela seolah membias percik tawamu, adakah mungkinnya semua terulang? Angin menggemuruh. Laut tetaplah laut, waktu adalah takdir yang terus berjalan. Pada pagi hari menjelang kepergian aku berkata padamu, “jangan merindukanku saat aku pergi” –kau bilang, “kenapa begitu?”. Ai nona manis, simpanlah saja puisiku, kenangan atas alamat yang tersemat di sana. Bila suatu nanti nona berkunjung ke kotaku, jangan lupa ada namaku di ponselmu. Sesungguhnya aku ingin nona merindukanku.
(Ternate, 28 – 29 Oktober 2011)
-untuk ayu-
Komentar
suka
aku suka puisi-puisimu, romantis
kata-kata yang di pakai apik, meskipun bukan aku nona itu
ketika membacanya aku seperti menjadi nona yang kau maksud,
ikut tersanjung hati ini,,,
Salam
Terima Kasih, Lin. :) Salam Sastra Kemilau Puisi.
salam kenal ya,,, ku juga
salam kenal ya,,,
ku juga baca puisimu yg di horison
gmna sih tipznya klo ngirim ke horison,,,
---
Emm … aku rasa, kalau kita istilahnya belum punya ‘nama’ , satu-satunya cara buat menembus Horison adalah dengan mengirimkan karya kita yang unik, indah, dan beda.
Mungkin begitu. :) Selamat mencoba ya Lin, moga tembus Horisonnya. ;)
amin... target utama di tahun
amin... target utama di tahun 2013 memang Horison... moga aja karya aku mampu menembus media bergengsi itu...
Tulis komentar baru