TIWIKRAMA
—Buat Bunda Savira
Mendengar ekatantri di udara
serta gesekan daun-daun padi
yang merupa aksara
ketika aku menyaksikan bulan menguning
isyarat keruhnya raut suasana.
Kita duduk di meja bundar
di antara pikiran yang liar kau mencatat gejala
lewat nada yang disampaikan orang-orang
berjubah Mahakala--angkuh ilmu juga jumud perilaku.
Kemudian kegelisahan menghampiri;
memberikan kecup mesranya pada dada ini.
Lantas, kita memilih untuk bercelopar
sebab sukma terus dibuatnya bergetar.
Entahlah, kesudahan takkan menimbang rencana
atau malah menumbangnya
apabila tak sanggup berkaca. Ternyata mereka
menjelma Rahu, menelan bulan—menyebabkan gerhana
Sudahlah,
Pengabdian bagaikan air mata
yang dikucurkan ke dalam cawan kisatan
Ia menguap ke udara menjadi doa;
bagian paling mulia daripada nestapa.
(2015)
Komentar
Tulis komentar baru