Kamu itu seperti musim
Kadang hangat, kadang dingin
Kadang basah, kadang panas
Aku terjebak didalamnya
Masuk angin hingga mabuk
Di suatu senja tanpamu
Dibawah langit bercahayakan matahari
Yang akan tenggelam keemasan
Angin Sepoi Meninggalkan Sarang
Sewaktu kecil, aku pikir pohon menciptakan angin
Menerbangkan kapuk
Mengeringkan se-tetes di pipi
Habislah kecil, lalu tahu angin merobohkan pohon
Selagi angin menghembuskan udara Api tak akan mati karena minyak tanah Sepanjang denyut itu berdetak Mereka bernafas dengan bebas
Angin menyapa dengan udaranya Api menyapa dengan kobarannya
diantara detik waktu yg melaju serta detak jantung yg berjatuhan kota seperti kabut tebal yang mengurungku dalam lamunan
seperti angin kemarin
masih ada tawa yang bersenyawa
dengan sekelumit kenang di bukit remang
birahi melesat sepi
gendering hati bertalu rindu
tertombak perlahan desah kembara
mengais aroma yang menusuk hati
belenggu sesal di sudut birahi
biduk angin kian galau
pandangi wajah terikat jerat rasa yang kesasar
surya malam mendera
ramu kehampaan disekujur jerih ulah angin
daun kering tua kecoklatan
tersentak di hampar gurun debu kelana angin
gemerisiknya menerpa ruas senja melongok malam
gersang tanah tandus merebah lunglai tidurkan perdu ilalang
darah bersimbah karma birahi pusaran puting beliung
tak mampu di tepis lerai niat kokoh angin yang begitu limbung
Komentar Terbaru