Betapa cepatnya hari ketika udara mencari wangi
16 tahun sudah lentera musim gugurnya
16 tahun sudah bayi-bayi jadi pemuda
Pertama bercinta di kursi SMA dan setelahnya
16 tahun sudah saat teater hujan darah
Tetap mencari dicuri permainan monopoli
Menatap ke bawah tanah kembali tertusuk panah
Daun Semanggi, Daun-daun Semanggi
Terbawa angin terjatuh pada daratan salju
Kebenaran berbisik malu, suara-suara hebat membeku
Dongeng keadilan semakin bernada sendu
Mencari lagi di atas langit kembali elang besar menggigit
Daun Semanggi, menunjukan rasa sedih
Terbawa angin jatuh ke padang pasir dan sepinya pesisir
Tersengat ketidakpedulian serta ombak-ombak kepentingan
Terbawa angin jatuh ke katulistiwa
Senyum nakal yang selingkuh dan kupu-kupu berkepala dua
Sapi bunting yang bertaring serta bakteri dari surga
Daun Semanggi, Semanggi, Daun-Daun Semanggi
Teriakan itu hampir kering dan terus mencari
Masa depan yang bersih seperti kelahiran kembali
Entah di mana, di laci siapa, haruskah mati (lagi) atau bagaimana?
Kembali lagi, tetap, dan terus menerus mencari
Pada kantong gelap jiwa dan hukum tertulis gila
Tiada lain harapan kecuali kesempatan mencari
Pada jalan-jalan pagi dan keringat penuh ambisi
Pada pegunungan tak berpuncak dan sungai tak berujung
Harta karun jati diri
Mengintip dari belakang air terjun nan tinggi
(Kayu Agung, Palembang. 3 November 2014)
Komentar
Daun misterius.....
Daun semanggi, daun penuh misteri, melekat pada helainya, butir-butir darah milik kuncup bunga, sebuah misteri yang tersimpan di dalam laci, menghilang, atau mungkin karena lacinya juga hilang, tersapu angin perubahan, mungkin juga berderai membentur tembok kekuasaan!!! Salam hangat, salam sastra bung steven turhang. Puisinya inspiratif!
Beni Guntarman
Terima Kasih Om Beni. . .
Semakin sepinya hari ketika waktunya jatuh daun-daun semanggi. Semakin lelahnya tenaga mencari, semakin suka melihat misteri untuk tidak dilewati. Terima kasih om beni, semoga puisi ini dapat mengingatkan kembali kawan2 muda bahwa hari kelam saat jatuhnya daun semanggi pernah terjadi.
Ada titipan Salam Hangat juga dari tanah kelahiran om Beni di sini.. Salam Sastra!
Tulis komentar baru