―Jika begini jadinya, aku memilih mengangkang selangkang
dan menikmati sebilah pisau yang akan membelah tubuhku
menjadi seberapa yang diinginkannya.
Di balik pintu itu, wajah tingkah tak jua berubah
yang kurasa itu iming Agamemnon untukku; seorang pahlawan
dan altar tumbal. Angin dan kemenangan.
Oh mulut-mulut mungilku,
bening terbata mengeja ayat-ayat. Maafkan aku
yang abai di geliat hari kalian?
―Tapi tenanglah, ibu akan bertempurung dan meramu rempah
di lidah kalian biar jadi nyiru tak disalak anjing hau’ab
setelah menjauh tekong.
Dan ibu akan bertutur ular yang sangat rupawan di balik pintu itu
yang suaranya membulan penuh; selalu singgah di laju tuju,
menyebabkan kita lebih menyenangi kesalahan yang biasa dari pada
sebentuk keberanian yang kecil.
Kemarilah tubuh-tubuh mungilku,
mari, menggantunglah di kerumit batang tubuhku.
Dari aroma mulut kalian ibu ingin bermain hujan lagi.
Padang, 051211
Komentar
Tulis komentar baru