Lelaki separoh baya berjalan gontai
menyusuri rintikan hujan sore itu
Dengan bertelanjang dada dia tetap tegar
memanggul dagangannya yang basah kuyup
sambil berlari kecil dia percepat langkah kakinya
agar sampai tepat pada waktunya
sementara didepan pintu seorang gadis lugu menunggu dengan cemas
guratan wajah sendu kedinginan terlihat jelas
gemeretak gigi yang berpadu bak irama kehidupan
namun dia berusaha tegar mengarungi semua rintangan
demi keluarga terkasih
Lelaki separoh baya berjalan lunglai
menapak jejak langkah kaki mengkais rezeki
mencari seperak mengharap pembeli
menunggu rahmat dari sang maha pengasih
Lelaki separoh baya berteduh dari terpaan hujan
dia tertegun menatap jauh kedepan
larut dalam khayalan semu
iamjinasinya menerawang pada dimensi yang lain
sesekali dia tersenyum lirih melihat sekelilingnya
senyum sinis seorang pedagang keliling
tentang peradaban yang carut marut
dimana etika sudah menipis tergerus zaman
semangat gotong royong dan saling membantu sudah terbungkus modrenitas
semua serba instan......
dia bukan seorang terpandang
namun pandangannya tentang kehidupan lebih terukur
dia bukan penguasa yang bisanya hanya memerintah
dan mengabaikan konsep awal sebagai pelayan
dia hanya seorang manusia separoh baya yang berusaha tegar
menghadapi realitas kehidupan ini
tanpa tekanan.....!
tegar dalam memenuhi tanggungjawab keluarga kecilnya
ikhlas dalam mencari berkah hidup
terus mengkais walau jarak sudah tidak terhitung.
(Masjid Jamik, 09 April 2018, 16.00)
Komentar
Tulis komentar baru