Kesunyian Masing-masing1
; Mutiara Arum Kirana Suci
“kini aku mulai melukis lamunan
pura-pura mendaki dan bepergian
menulis senja yang hujan
dan meninggalkannya dalam ingatan”
seperti gelombang panjang yang tertahan
pada gigil musim dingin. dari kelopak
matamu, sembilan belas kucing betina loncat
dan mengekang kegelisahan yang lindap
di sepanjang jalan pulang. seketika
sepuluh purnama redup dari pantulan
selat Bosphorus; langit menghitam,
bacaan menjadi kelam,
lalu kita mulai bingung pada kematian
(daun maple kesenjaan terkulai perlahan,
berguguran, lalu singgah diam-diam
dalam lukisanmu, dalam tanah airmu)
: seperti kesunyian yang selalu kau pertanyakan,
perjamuan yang kau perbincangkan,
atau perjalanan yang kau kisahkan
(di peron stasiun orang-orang masih menyimpan
pertemuan dan perpisahan. di jalan-jalan
orang tetap sibuk membakar mimpi,
menyulam waktu, lalu menjadi palsu)
: kau hendak berbagi nasib yang sedemikian itu,
mencatat peristiwa, lalu berontak sebelum tahu
bahwa mati tinggal satu degupan lagi,
dan hidup, sudah bukan fana lagi
sedang demi surga, demi neraka yang baka
sesungguhnya kita tidak pernah bisa dipaksa
dan memaksakan, sebab nasib, masih terus
berupa kesunyian masing-masing1
2011
Komentar
Tulis komentar baru