Terataiku, kau
Hujan turun perlahan
senandung nada gemercik berpantulan
juga tanah kering menjadi dingin
dan awan bungkam disayat sembaran;
kian menyala hingga urat-urat langit melilit
Berteduh di antara daun-daun layu
Aku berserakan diterpa bayu
Teratai masih menjulang bermekaran
saling menyapa ketika tetes hujan pertama
“Clak.. clak.. “
Daun teratai berbisik sapa
keapada danau yang bersahaja menyimpan rasa kemarau
yang membuatnya retak berlumpur parau
Teratai masih menari-nari bermekaran
hingga ia hanyut sampai hulu sungai.
Terataiku kini
mati ditelan suara surga
Ah, halusinasi!
Juga kau
terataiku itu.
Ya, kau.
Bdg, 13 November 2013
Komentar
Tulis komentar baru