Lantunan ayat-ayat cinta itu kembali hadir dalam kemarau hatiku yang kian gersang, dua ratus ayat cinta itu menggantikan sembilan puluh delapan harapan yang hanya menjadi kenangan yang kian menyesakkan. Kini seratus dua harapan baru telah menjemputku untuk menjadi wanita yang paling sempurna setelah jubah hitam sempat menyelimutiku saat aku merasa benar-benar rapuh.
Malam semakin sunyi
Angin berhembus semakin menjadi
Namun,raga ini masih disini
Masih saja termenung meratapi diri
Tentu,tentu aku sendiri
Menunggu dan menanti sebuah janji
Di sudut kamar, sunyi merajut malam, Hidup terasa kosong, tak ada yang datang. Bayang-bayang kelam, hampa tak bertepi, Tak satu pun peduli, meski raga letih berdiri.
Di sudut kamar, sunyi merajut malam, Hidup terasa kosong, tak ada yang datang. Bayang-bayang kelam, hampa tak bertepi, Tak satu pun peduli, meski raga letih berdiri.
Di sudut kamar, sunyi merajut malam, Hidup terasa kosong, tak ada yang datang. Bayang-bayang kelam, hampa tak bertepi, Tak satu pun peduli, meski raga letih berdiri.
Langit memerah di atas tanah yang terkoyak, Jerit duka mengalun di antara puing-puing rumah, Bumi Palestina menangis dalam sunyi, Di bawah bayang-bayang kekejaman yang tak terperi.
Di pelukan malam yang sunyi, aku merindu, Mata terpejam, namun bayangmu kian menjauh, Angin menyapa, bisu tanpa kata, Aku bapak yang tertinggal dalam sunyi tanpa cahaya.
Komentar Terbaru