Dada ini berdebar, Wahai Kekasih
Berdentum-dentum seperti ledakan.
Sedang apa kau, Kekasih?
Sempat kah terlintas sedikit saja serpihan wajahku
Di hatimu?
Aku begitu mengharapkanmu, Kekasih
Walaupun aku tahu semua pintu telah terkunci
Dan semua jendela telah terpalang,
Aku tetap menginginkanmu di dalam.
Apakah salah kalau aku begitu setia padamu yang selalu mendua?
Apakah salah kalau aku begitu mencintai sosokmu yang
Tak pernah cukup peduli padaku?
Apakah aku patut dikasihani kalau aku tulus menggantungkan
Hatiku padamu?
Sejujurnya, aku benci rasa cinta ini
Rasa setia ini
Aku benci pada mataku yang hanya bisa memandangmu,
Aku benci pada hati yang hanya bisa berdebar
Karenamu.
Aku benci dengan diriku yang terlalu memujamu.
Aku teramat benci pada segalanya
Menyangkut aku padamu.
Bisa kah kau bantu aku sedikit saja melupakanmu?
Bisa kah kau ajarkan aku melepas bayangmu
Segampang kau membuang bayangku?
Bisa kah kau membinasakan rasaku padamu
Semudah kau menghampakan rasamu padaku?
Ajarkan aku, Kekasih
Untuk menganggapmu tiada seperti
Kau yang menganggapku tak pernah ada.
Aku membencimu, Kekasih
Karena terlalu mencintaimu.
(Jambi, 25 Januari 2005)
Komentar
Suka
Kata-katanya ringan, bagus buat nyatain ini ke dia heeee
Terima kasih
TErima kasih sudah mau mampir saudara Dian Ramdani
Mba coba deh aplikasikan
Mba coba deh aplikasikan puisinya di steller
biar lebih hidup
Tulis komentar baru