aku tak tahu siapa maciavelli di negeri ini
aku cuma penjual kelontong disebuah kampung yang kesepian
yang juga senang menikmati berita di media pekabaran
senang menghitung uang recehan setelah warung tutup dimalam larut
ilmuku sedikit karena cuma lepasan sekolah rakyat
sekolahku terputus saat pergolakan itu terjadi
saat orang orang tak tentu salah ikut dibantai bahkan dijebloskan
dalam kerangkeng penjara tampa pengadilan
yang kualami dan kurasakan betapa kecurangan adalah sebuah kata
yang paling keji dan paling kubenci
kecurangan yang lahir dari birahi alam yang terpendam
yang selalu muncul disetiap kesempatan dengan dendam membara
para pendaki yang menapaki puncak tertinggi hasrat ambisi mereka
melewati lereng curam dan licin
dibawahnya serigala menganga siap menerkam
sehingga yang duduk di singgasana tak akan tentram
dalam kabut dan dingin ditengah keluasan cakrawala
disana mata elang mengintai tajam
menunggu mangsanya terpeleset jatuh ke lembah
sekuat apapun tali nasib yang engkau pegang
karena waktu akan rapuh
teman seiring selalu saja ingin menelikung dipersimpangan jalan yang lengang
ia bagai mimpi buruk hari harimu yang sepi
disaat ujung kuasa
temanmu adalah yang menjengukmu disaat orang orang yang paling dekat
pada jauh menghindar
teriakan orang orang malang dari bawah lembah yang tak berubah nasibnya
membuatmu terbangun tengah malam
sepertinya baru kemarin kau tancapkan tonggak di bumi ini
kini kembali tercabut oleh badai perubahan
lalu kau pun menangis sendirian
memohom semoga maciavelli cukup sekali saja datang membawa bencana
entahlah aku tak tahu karena aku cuma seorang penjual kelontong
di sebuah kampung dan kesepian
cuma senang mengikuti berita lewat media pekabaran
cuma senang menghitung uang recehan seielah warung tutup dimalam larut
kulihat
kulihat wajahmu dilayar kaca
nampak jelas sekali kantong matamu itu
semakin melebar
tergantung
diwajahmu
Komentar
Tulis komentar baru