Aku menarik paksa kata untuk datang
membentuk imaji untuk sebuah sajak diri
untuk menghibur urat-urat--otak
dijangkauan yang berbatas dan horizontal
tentang apakah,
raga, tempat napas bukan
milikku--tertitip
buah-buah manja dari kebajikan yang vertikal
eksistensi,
tempat pertempuran kata diselaput akal
Aku mengakuimu,
sejak keberanianmu untuk mengulitiku ditengah pertempuran ini
dengan darah kita hidup, dengan darah kita mati
sampai mana kita bertempur tak henti
yang aku tahu, bukan yang kulihat
sore jingga yang kau tunjukkan padaku kala itu
serta berlembar-lembar kata
saat kau bilang bukan perpisahan, disaat memang kita berpisah
Aku mengakuimu,
sejak garis bibirmu mengaku sahabat
walau padamu pedang kuhunus berkali-kali
dulu, sekarang; hasratku masih terus untuk berperang denganmu
dalam matipun kita tidak berpisah
Aku merasakanmu;
dalam raga lemah ini,
kau memilih berumah
Medan, 14 Juli 2012
Di Atas Segala Renungku
- Puisi |
- Puisi |
- puisi renungan
- 1302 dibaca
Komentar
Tulis komentar baru