Dulu, saat pagi merekah
ku lihat langit merah jingga di atas talang ubi
kutilang dan merba berkicau riang dari pohon ke pohon
burung gereja bergegas meninggalkan sarangnya di angin-angin rumah
dalam kesegaran hawa pagi aku berangkat ke sekolah
ku telusuri jalan hitam berlapis kotoran minyak membeku
ku tatap pohon-pohon bendo tinggi menjulang di sisi-sisi jalan
dan ku tatap pula pohon pulai raksasa di samping sekolah
mengenang masa lalu, membuka lembar waktu masa kanak-kanak
menelusurinya kembali lewat jalan setapak yang terukir di hati
membaca gores alur kehidupan pada gurat-gurat kulit pepohonannya
betapa sungai abab tak pernah tahu kemana airnya 'kan bermuara
ku lihat dari jendelaku
matahari muncul di pucuk-pucuk pepohonan karet di rejosari
kadang matahari itu terpotong, meleleh dan terbakar
seperti kotoran minyak yang meleleh di jalan-jalan di masa silam
ku lihat dari jendelaku
ku lihat masa depan itu dengan jiwaku, tergenggam dalam keprihatinan
atas masa lalu yang mengabur lewat kegelapan malam di langit talang ubi
menuju ke mana saja ia pergi, menghapus monumen-monumen yang tersisa
Komentar
Tulis komentar baru