Boleh tidak aku menangis?
Mengucurkan air mata darah dan lengking sesak dadaku pada-Mu?
Boleh tidak aku mencela
Terhadap Siapa selama ini yang aku sembah dan agungkan?
Berdosakah aku karena semua itu?
Maka semakin tak bernilai kah aku?
Ke mana tangan-Mu ketika aku butuh dibelai?
Terkadang kau tak mengacuhkan aku ketika beribu kali kurintihkan
Nama-Mu di balik pintu.
Boleh tidak aku putus asa atas-Mu?
Karena aku mengetuk pintu-Mu berkali-kali
Tetapi kau hanya diam.
Bahkan mereka yang tak pernah mengetuk sekali pun Kau sambut dengan
Tangan begitu terbuka.
Boleh tidak aku berkata ini tidak adil terhadap semua keputusan-Mu
Yang maha adil?
Bersalah kah aku karena berhujat?
Aku pasrah saja.
(Jambi, 3 Januari 2004)
Komentar
Tulis komentar baru