Purnama Biru di Ufuk Nusa Penida
Rinduku sedang ranum. Hampir pecah.
Aroma melati bukannya mengobati hati.
Sepah. Terasa puing.
Senyummu, terpasung di pelataran puri Semara Pura yang sudah serasa seperih duri di sini.
Segunduk pulau: gundah, mencarimu.
Menghitung-hitung bintang
dan cericit kelelawar pulau
yang tak sudi-sudi mengeja kabar.
Aku terhajar. Memar.
Sedang kutukangi jalan datang menujumu.
Jalan selain mimpi.
Tapi selempeng purnama cuma mengajariku cara merayu waktu.
Cara tuntas mengupas rindu.
Yang cuma mampu kukirimi cuma kepada ombak dan angin.
Tentang surat-surat cinta yang kukibar-kibarkan hingga puncak Penida yang masih menyimpan jejak kita,
mata saljumu yang lindap.
Purnama bisu!
Aroma kamboja-telingamu, rambutmu
dan gema senyummu menghajar paru dengan sengit.
Kenapalah hadirmu hanya dalam angin
dan di segumpal purnama biru,
yang selalu menyakitkan?
Tak kau lihatkah kedip mercusuar puri yang berasap-asap mendoakanmu
kepada para perahu,
atau sepasang batu yang belum kalah di tepian nusa?
Pulau Samosir - Nusa Penida, Juni '16
Komentar
Tulis komentar baru