Mutasi karyawan baru saja dilaksanakan, khususnya tenaga-tenaga tetap dan para pejabat. Dua orang teman kami dipindahtugaskan di kecamatan lain sementara di kantor kami hanya mendapatkan satu pengganti. Pengurangan dan penambahan rekan kerja disamping mempengaruhi perubahan dalam tata administrasi pelaporan sebagai bagian tugasku juga mempengaruhi pola komunikasi di antara kami. Tapi itulah sebuah dinamika yang harus dinikmati dalam sebuah kehidupan bersama meski hanya sebuah hubungan kerja.
Nurma, wanita limabelas tahun lebih tua dari usiaku memang begitu nampak energik, pandai bicara dengan siapapun, mudah mengambil hati, dan tentu cepat akrab dalam bersahabat.
Kehadiran Mbak Nurma membawa suasana baru di kantor kami karena bila pas berkumpul terutama pagi hari sebelum ke lapangan mesti ada cerita yang membawa perhatian teman-teman kerja yang lain. Di samping itu karena dia juga suka makan akhirnya sering kali membuat makanan di dapur. Apalagi bila telah bersama Mabk Nur yang memang jago masak.
Kemampuan Mbak Nurma yang pandi bicara dan mudah mengambil hati sering membawa teman lain untuk larut dalam pembicaraannya, dan bahkan bisa mempengaruhi untuk meyakini apa yang ia sampaikan. Hanya ada dua orang yang nampak sulit terpengaruh olehnya, yaitu Pak Yono sebagai kepala kantor karena mungkin mbak Nurma agak mengurangi bicara saat ada Pak Yono dan Pak Mulya yang seringkali memenggal atau membelokkan pembicaraan apabila ada teman bicara yang begitu nampak berapi-api atau pembicaraannya membias.
Terbangunnya suasana baru dengan kehadiran Mbak Nurma memang punya pengaruh posif dalam komunitas kehidupan kantor, namun kadangkala bagiku juga sering terganggu manakala terlalu lama ngobol di ruang admin karena konsentrasisi sering terganggu. Apalagi bila dimintai laporan kerja lapangan juga sering menunda.
Ada lagi yang sering membuatku risih, dia sering bisik-bisik tentang pribadi teman lain, yang sampai batas-batas tertentu bisa membuat persepsi negatif terhadap yang dibicarakan. Aku juga begitu risih jika wira-wiri keluar masuk ruanganku ketika Pak Mulya sedang mendampingiku menyusun laporan.
“Wulan kok nampak sayang banget dengan Pak Mulya,” celetuk Mbak Nurma suatu saat ketika aku membuatkan dan menyodorkan teh di dapur kantor pada Pak Mulya.
“Biasa ya Pak ya,” sahutku sambil agak tersipu-sipu juga.
“Didokumentasikan juga akan lebih baik,” timpal Pak Mulya bercanda.
“Ya...ya! Wulan, balik dulu dari membuatkan sampai menyajikan, tak buat video,” sahut Mbak Nurma dan langsung beraksi.
Tanpa berfikir aku penuhi permintaan itu. Ya, saya anggap sebuah canda aja.
Mulanya aku hanya biasa-biasa saja ketika Mbak Nurma seringkali coment tentang aku dan Pak Mulya. Tapi lama-lama juga aku harus berfikir ulang sebab bisa jadi berkembang menjadi sebuah gosip. Apalagi dia pandai bercerita dan ditambah-tambahi sehingga teman bicaranya begitu yakin dengan yang disampaikan. Ya! Aku harus belajar menahan diri dan harus hati-hati.
“Tapi anehnya, Mbak Nurma sendiri juga sering minta diajari sesuatu oleh Pak Mulya padahal mestinya juga sudah biasa mengerjakan tugas seperti itu. Apakah dia ingin mendekati seperti awal-awal aku mendekati Pak Mulya,” fikirku.
Aku sebenarnya juga menyadari, memang juga bukan apa-apanya Pak Mulya. Tapi hatiku tetap cemburu jika Mbak Nurma mendekatinya. Aku sebenarnya juga kian menyadari bahwa aku seharusnya belajar melepaskan keterikatan hatiku dengan Pak Mulya. Aku seharusnya juga tidak cemburu ketika Pak Mulya didekati teman wanita yang lain, sepertihalnya aku tidak cemburu ketika Pak Mulya ceria bersama istrinya. Namun nyatanya tidak mudah aku melakukannya. Padahal dengan bijak Pak Mulya juga sudah mengajari aku untuk mengalihkan suasana hatiku dengan kesibukan menjalankan bisnis bunga-bunga meja. Demikian juga Pak Mulya juga sudah menyampaikan secara jujur dan pertimbangan rasional tentang resiko kedekatan hati kami.
Rasa cemburuku pada Mbak Nurma kian lama kian mengerucut. Namun aku berusaha untuk bersikap dan bertindak dengan bijaksana. Aku harus cerdas dalam mengatasi masalah. Meskipun sebenarnya juga tidak seharusnya bertindak seperti itu.
Suatu saat aku membawa bibit bunga soka dari rumah untuk saya taman pada vas bunga kantor yang masih kosong. Pagi-pagi aku sudah cari perlengkapan di gudang guna mencari tanah dan mencampur pupuk. Dengan itu Pak Mulya mesti segera tanggap dan membantu. Ya, tanpa banyak bicara Pak Mulya langsung membantuku menata bunga.
“He! Wulan mesti cari alasan agar dekat dengan Pak Mulya,” tegur Mbak Nurma.
“Tenang mbak,” jawabku.
Sementara Mbak Nur dan teman-teman lain hanya tersenyum.
Suasana seperti itu seringkali terjadi sampai berlangsung beberapa bulan. Entah kenapa, tapi yang jelas kehadiran Mbak Nurma di samping membawa suasana keceriaan bagi juga membawa suasana hati yang lain. Meskipun sebenarnya aku juga tidak bersikap seperti itu, karena Pak Mulya juga bukan apa-apaku.
Komentar
Tulis komentar baru