Di Plaza, Aku Teringat Diana
kita telah berhenti dari segala nurani,
dari segala yang belum pernah kita ketahui
“mengapa malam ini hujan begitu deras,”
tanyamu. sementara orang-orang terus lelap,
sama-sama membakar usia
lalu gunung-gunung akan basah,
kembali menjadi ibu bagi sawah dan ladang
tetapi kota-kota besar terus tumbuh di atasnya,
di antara perih kita yang kian menganga,
kemudian tertinggal di plaza-plaza
kita percaya bahwa sedari dahulu
orang-orang telah berteriak,
mengepalkan tangan pada Izrail,
melempari gedung-gedung beton,
menjejali ruang-ruang tahanan,
meludahi hakim di pengadilan,
dan menjual nama-nama tuhan
Diana, ingatanmu terasing di gemerlap kota
mengembara jauh pada wajah seorang bapak
yang terancam sawahnya, pada ketinggian
gunung yang gundul lahannya
; lalu tersesat di cakrawala
Diana, suatu hari gunung-gunung itu
akan runtuh menimpa dada kita,
menghimpit kenangan di desa-desa
lantas kita kaku dan hanya bisa bertanya;
“kenapa orang-orang masih bisa merebahkan
kepala, dan terus memasuki dunia yang papa?”
Diana, bagi kita hujan masih serupa tombak
yang menusuki ubun-ubun. sementara dada ini,
semakin disesaki plaza-plaza
2011
Komentar
Tulis komentar baru