Biarkan kucangkul ladang baru, pintaku padamu kala pagi enggan beranjak pergi. Dingin
membuatmu meringkuk di bawah selimut. Tak ada dekap manja seperti musim jumpa pertama
romantis kita kikis hari hingga ke tulang belulang. Senyap lebih dominan mematri diri. Aku
melempar nyali mengajakmu berbagi. Kau pilih diam temanmu cengkerama. Berkali-kali
kuumpan muslihat dalam canda yang tawar penuh waspada. Matamu mengatup menyimpan air
kebencian meluap dan kau berkemas meretas jalan. Pergi dengan hati tak sudi berbagi. Aku
serupa patung diam mematut. Terjebak pada keinginan sendiri.
Komentar
Tulis komentar baru